"Pak, gambar titik lampunya udah jadi belum? Kok lama banget sih, kan cuma nambahin titik lampu aja"
. . . . . . . .
I hate that question, i mean like, really really hate.
Memang sih, terkadang owner dari proyek kita belum paham dengan apa yang sebenarnya kita, as a lighting designer, lakukan dibalik titik lampu tersebut.
Di dalam sebuah ruangan saja, kita harus menganalisis fungsi ruangan, pergerakan pengguna ruangnya, skala spasialnya, elemen interior/arsitekturnya, dan banyak hal lain yang juga harus diperhatikan sebelum kita menentukan titik lampu di ruangan itu.
Jadi bukan hanya sekedar lihat ruangan, luasannya berapa, tentuin titik lampunya, karena kalo sekedar kayak gitu, apa bedanya titik lampu by lighting designer dengan titik lampu by ME?
Lighting by specialist akan lebih mengarah kepada serving human needs, sedangkan lighting by ME biasanya hanya untuk room needs, dalam artian kebutuhan ruang ya hanya sekedar terang, tidak gelap, yaudah selesai. Tapi dalam konteks special lighting, terang itu relatif, yang lebih penting adalah fungsi dan kegiatan manusia di dalam ruang tersebut bisa diakomodasi dengan cahaya yang mencukupi, nyaman dan estetis.
Itu saja baru dari segi fungsi ruangan, masih banyak lagi faktor-faktor lain yang harus diperhatikan seorang lighting designer, we’ll get to that later.
The point is, lighting design is not as simple as it looks, sama seperti arsitektur atau interior design, lighting design juga berkutat dengan hal yang subyektif, terkadang ada orang yang suka dengan pencahayaan terang, ada yang suka lebih redup, sama seperti dalam hal interior design ada orang yang suka interior minimalis, ada yang suka model klasik. Disinilah peran lighting designer untuk mengedukasi si pemilik proyek agar memahami bahwa lighting design itu bukan sekedar “terang”.
“Lighting design is not just about the light, but it also about the shade, and the challange in lighting design is to create a space using both light and shade”
No comments:
Post a Comment